Skr - FH
PROSES PENYELESAIAN PELANGGARAN SURAT IZIN MENGEMUDI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (DI KOTA YOGYAKARTA) dan Angkutan Jalan (di Kota Yogyakarta)
Tingkat kemajuan dari masyarakat Indonesia secara tidak langsung telah banyak merubah tatanan sistem sosial yang terbangun di masyarakat. Perubahan terhadap sistem sosial ini juga telah mempengaruhi cara berpikir dan merubah karakter masyarakat dalam memandang kebiasaan dan pelanggaran pelanggaran, seperti pelanggaran ketertiban umum atau pelanggaran lalu lintas yang banyak dilakukan oleh anggota masyarakat. Individu maupun anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran lalu lintas tersebut akan berhadapan dengan aparat penegak hukum maupun lembaga peradilan melalui proses penegakan hukum. Untuk itu rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana proses penyelesaian pelanggaran Surat Izin Mengemudi serta hambatan hambatan apa yang dihadapi aparat penegak hukum dalam proses penyelesaian pelanggaran Surat Izin Mengemudi menurut Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ?.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyelesaian pelanggaran Surat Izin Mengemudi serta hambatan hambatan yang dihadapi aparat penegak hukum dalam proses penyelesaian pelanggaran Surat Izin Mengemudi menurut Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif yaitu data dari kepustakaan dan dari lapangan disimpulkan sehingga diperoleh jawaban. Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pelanggaran, akan dilakukan tindakan tilang oleh kepolisian khususnya Satlantas Poltabes Yogyakarta. Dalam perkara pelanggaran lalu lintas jalan, penyidik tidak perlu membuat berita acara pemeriksaan (BAP), melainkan hanya mencatat pelanggaran yang dilakukan dalam formulir tilang atau blanko tilang. Kejaksaan atau jaksa dalam perkara pelanggaran lalu lintas tidak melakukan penuntutan seperti pada pemeriksaan perkara biasa melainkan hanya bertugas sebagai eksekutor yaitu melaksanakan putusan hakim. Hambatan hambatan yang dihadapi aparat penegak hukum yaitu ketidaktertiban berlalu lintas telah dipandang sebagai suatu budaya sehingga kondisi yang ada dianggap sesuatu yang wajar, sarana dan prasarana jalan belum mencerminkan dan belum memperhatikan aspek keselamatan, ketidaktertiban penataan lalu lintas sebagai dampak dari kebijakan pemerintah dalam pemberian ijin membangun pada tempat tempat yang intensitas lalu lintasnya tinggi justru menimbulkan permasalahan baru di bidang lalu lintas, perhatian pemerintah dan komponen masyarakat terhadap keselamatan lalu lintas dan kepatuhan hukum masyarakat menjadi keprihatinan bersama bahkan dianggap sebagai suatu accident, tidak adanya kebijakan pemerintah dalam membatasi pertumbuhan jumlah kendaraan maupun manajemen pengoperasian kendaraan bermotor serta belum adanya sekolah sekolah mengemudi yang memenuhi standar pendidikan keterampilan mengemudi.
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain